Review Buku Rahvayana: Aku Lala Padamu - Sujiwo Tejo

Review Buku Rahvayana: Aku Lala Padamu - Sujiwo Tejo



Judul Buku: Rahvayana: Aku Lala Padamu
Pengarang: Sujiwo Tejo
Tebal: 252 halaman
Tanggal Terbit: Mei 2014
Penerbit: Bentang Pustaka

Sinopsis Rahvayana: Aku Lala Padamu - Sujiwo Tejo:


Yang menulis di buku ini belum tentu saya, sebab Rahwana tak mati-mati. Gunung kembar Sondara-Sondari yang menghimpit Rahwana cuma mematikan tubuhnya semata. Jiwa Rahwana terus hidup. Hidupnya menjadi gelembung-gelembung. Siapa pun bisa dihinggapi gelembung itu tak terkecuali saya.

Yang menulis di buku ini adalah gelembung-gelembung itu, gelembung Rahwana padaku. Yang menyampaikan buku ini padamu adalah gelembung-gelembung Rahwana pada penerbit, percetakan, distributor, toko buku dan lain-lain tak terkecuali tukang ojek yang mengantarmu ke toko buku maupun perpustakaan.

Bila gelembung-gelembung Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menolak pergi ke toko buku. Sekadar meminjam buku ini ke teman pun, kau tak akan berdaya bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu. Kau pun tak akan nge-twit dan sebagainya tentang buku ini. Bila gelembung-gelembung Rahwana tak menjangkitimu, tak ada alasan bagimu mengggunakan seluruh media sosial dan getok tular buat menjalarkan cinta via buku ini?

Ulasan Rahvayana: Aku Lala Padamu - Sujiwo Tejo:


Agak sulit rasanya memberikan ulasan untuk buku Rahvayana: Aku Lala Padamu karya Sujiwo Tejo ini, saya rasa kalau saya harus mengungkapkan buku ini hanya dengan satu kata, "GILA" adalah ungkapan yang tepat.

Sujiwo Tejo memang seorang seniman serba ahli (bukan cuma sekedar serba bisa saja) yang pemikirannya anti mainstream. Buku ini membuat saya pusing, mual tapi juga tergila-gila dibuatnya. Latarnya yang semrawut membuat saya serasa dikocok-kocok jungkir balik naik roller coaster, sebentar kita ada di masa sekarang, sebentar lagi kita ada di Mesir pada masa Cleopatra, sebentar lagi tahu-tahu kita sedang dikejar pasukan Rahwana di dalam pelosok hutan.

Banyak sekali kalimat-kalimat puitis melelehkan di novel ini seperti pada halaman 96: Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kamu rencanakan cintamu untuk siapa .... Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap ....

Baiklah, sebenarnya novel Rahvayana: Aku Lala Padamu ini bercerita tentang Rahwana, dan Sinta, dan tokoh-tokoh lainnya dari segala masa, dari cerita yang sama, tapi bukan cuma itu. 

Yah uniknya justru bukan cuma itu, ada Tristan dan Isolde. Ada Cleopatra yang bulu matanya konon dari awan. Ada Les Miserables. Ada Paris dan Helen dan nasihat ayah Paris, Eos. Ada Global Theater, dan gaun merah khas Valentino. Ada cinta yang berkali-kali ditolak. 

Juga ada tokoh lelaki yang dijadikan antagonis di banyak sekali cerita padahal, dia, siapa tahu, cuma punya definisi yang lebih luas mengenai benar dan salah.

Saya tertarik pada keterangan bahwa Rama membawa budaya patriarkat sementara Rahwana matriarkat, karena itu Rahwana mau-mau saja mempermaisuri Mandodari atas kepatuhannya pada sang ibu. Di sini juga Sujiwo Tejo sedikit memberi keterangan tentang beberapa penulis seperti pada halaman 122 dan 123: Mereka itu .... Hmmm .... Gini, lho, walau aku bukan orang perpustakaan seperti kamu, aku tahu ada ribuan versi Ramayana di dunia. Nah, mereka, para sahabatku itu, sering berdialog dengan tokoh yang versi Ramayana-nya paling ngetop di dunia, yang saking ngetopnya sampai-sampai anak-anak sekolah kalau menjawab ujian tentang siapa penulis Ramayana, ya, harus menjawab Resi Walmiki. Ada Sindhunata, Padmosoekotjo, dan R.A. Kosasih. Mereka termasuk yang mendukung Walmiki sepenuhnya. Seno Gumira Ajidarma agak menentangnya walau gaya menentangnya tidak frontal. Kadang malah dengan sedikit kocak. Kalau Sri Teddy Rusdy menentangnya cukup serius walaupun caranya masih halus.

Saya suka pada makna-makna yang ditampilkan Sujiwo Tejo, bahwa tidak ada yang benar-benar benar dan benar-benar salah di dunia ini. Rahwana bukan lagi dipandang sebagai raksasa jahat yang mesti dilawan oleh raja baik dalam sosok Rama. Rahwana memang memiliki cinta yang dahsyat, tulus, tapi tak pernah memaksa: ia tak pernah menyentuh Sinta, yang sebenarnya mudah saja baginya, sebelum Sinta sendiri yang mengatakan bersedia disentuh.

63 komentar:

  1. Aku punya 1 bukunya Sujiwo Tejo. Tapi belum dibaca dan lupa judulnya juga. Haha... Alasan belum baca karena gaya tulisan beliau ini perlu mikir gitu. Harus berhenti baca sebentar lalu dipahami, atau dibaca beberapa kali baru paham. Haha... Ketahuan banget deh genre bacaanku yang ringan-ringan aja. Btw, makasih ulasannya, Kak. Jadi pengin baca bukunya Sujiwo Tejo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baca cerpennya dulu aja kak, pemikiran beliau memang unik banget.

      Hapus
  2. Sepakat sama paragraf terakhir, ngga ada kebenaran yang tunggal selama masih pake kacamata manusia..hehe..
    Semoga suatu saat bisa "makan" buku ini biar bisa ikut ngerasain aura dari seniman nyentrik ini :D

    Nice post!

    BalasHapus
  3. Buku ini memang terkesan semrawut alur ceritanya. Sukanya melompat-lompat. Tapi di akhir cerita selalu menyampaikan pesan yang ada dalam ceritanya.

    Aku pernah baca buku ini. Pas baca pun ga bisa cepat-cepat karena bisa ga paham dengan apa yang disampaikan. Aku bberapa kali mengulanginya agar paham dengan maksud yang disampaikan..hiks

    Makasih untuk reviewnya mbak merry :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar, aku juga baca buku ini pelan-pelan, butuh konsentrasi, liar banget memang penulis satu ini.

      Hapus
  4. Qoute halaman 96 jleb ya kak hehe
    Aku langsung kebayang beratnya buku ini, di lempar-lempar ke latar tempat yang beda-beda. Aku belum pernah baca bukunya Sujiwo Tejo :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba dari cerpennya dulu aja, kadang kocak kok.

      Hapus
  5. Aku belum pernah baca karya Sujiwo Tejo Satupun. Terima kasih kak Meri sudah memperkenalkan karya beliau. Aku sedang membayangkan sepertinya akan menarik kalau bukunya di ahli wahankan menjadi Naska Theather dan di pentaskan.

    Karena bukunya berat mungkin seorang aku ini bisa menikmatinya dalam bentuk berbeda..

    Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya kak, bagus juga idenya, aku jadi kangen nonton teater.

      Hapus
  6. Belum baca bukunya tapi jadi penasaran, ditambah ada kutipan tentang pernikahan yg wara wiri di medsos itu.
    "Kamu bisa berencana menikah dengan siapa, tetapi kamu tidak bisa berencana cintamu untuk siapa"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi kutipannya sangat menggiurkan ya. Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap.

      Hapus
  7. Tidak ada yang benar-benar benar dan benar-benar salah di dunia ini.

    Belum baca Buku Nya Tapi dari kutipannya saja, ini sudah mengandung filsafat yang dalam, berharap suatu saat nanti bisa pungkas membaca karya karya sang Maestro ini

    BalasHapus
  8. Ya ampun baca ulasan ini aja aku bingung apalagi baca bukunya....tapi aku udah sering denger quotenya....baru tahu ternyata itu karya beliau. Aku penasaran sihhh tp bayangin harus kudu mikir bacanya aku jadi ragu...hahaha...btw thanks ulasannya kak...

    BalasHapus
  9. Alur cerita yang lompat2 pasti perlu konsentrasi dan fokus ketika membaca buku ini ya kak

    Retno (https://ruangbaca31.wordpress.com)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak harus fokus, enaknya baca ini pas santai sambil ngopi-ngopi cantik :)

      Hapus
  10. Alur cerita yang lompat2 pasti perlu konsentrasi dan fokus ketika membaca buku ini ya kak

    Retno (https://ruangbaca31.wordpress.com)

    BalasHapus
  11. Saya belum pernah baca buku karya Sujiwo Tejo, tapi kalimat-kalimat populernya sudah pernah dengar. Sepertinya buku ini berat sekali ya Kak. Ditambah dengan lompatan-lompatannya. Menarik nih!

    "Bahwa tidak ada yang benar-benar benar dan benar-benar salah di dunia ini." Bagi saya, ini kalimat yang sering memunculkan tanya. Kadang batasan benar dan salah ini berbeda setiap individu imho.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak berat-berat banget kak, cuma memang unik sih. Benar dan salah memang gak punya batasan kak. Hihihihi :D

      Hapus
  12. Belum pernah baca bukunya sujiwo tejo. Tapi asli quotenya bagus banget "Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap ...."
    Terima kasih kak dah review bukunya oleh nih kayaknya harus coba baca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cakep ya quotenya. Yuk coba dibaca kak, siapa tau jadi nagih. Hihihi >.<

      Hapus
  13. Menarik, tapi tak sanggup Clara membacanya.
    Bahasanya berat sepertinya.😆🙊
    Jadi, Clara tunggu Meri Mendongeng di YT Merry yah.
    Semangat Merry.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku sempat mau bikin podcast Clar, tapi kok pas denger suara sendiri gak banget ya. Belum pede aku tuh >.<

      Hapus
  14. Sujiwo Tejo ini kalau bicara memang saya suka gak nyambung, mungkin karena cara pikirnya sudah beda banget ya, atau cara pikir saya yang menurut dia beda banget, terantung dari mana sudut pandangnya. Tapi yang saya agak setuju dengan statementnya di podcast Deddy Corbuzier, bahwa seharusnya rumah sakit itu dianggap pengobatan alternatif, bukan herbal. Karena herbal itu datang duluan, ilmu medis belakangan

    BalasHapus
  15. Ternyata memahami bukunya Sujewo Tejo itu harus mikir agak dalam yah. Tapi antik juga sih kl lihat dari gaya bahasanya. Quotnya itu udah sering betebaran di jagad dunia Maya. Namun aku jadi tertarik buat membacanya.
    Makasih KakMer buat ulasan bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya buku-buku dia memang unik kak, mau ketawa aja kita kadang harus mikir dulu. hehehe. sama-sama :)

      Hapus
  16. kompleks ya kayanya bukunya. Quotes nya uwu banget, cocok buat gombalin gebetan nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak inez, buku ini banyak banget bahan gombalan. kebanyakan baca ini aku bisa jadi gombal beneran >.<

      Hapus
  17. "Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap"

    Hmm.... Ku meleleh loh baca kutipan ini.
    Jadi penasaran Mer, sama bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang gombal abis dia ping. Coba aja baca tulisan-tulisan dia. Lucu-lucu.

      Hapus
  18. Mer buku sujiwonya boleh dipinjam gak? Cmiwiiiwe

    BalasHapus
  19. "Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kamu rencanakan cintamu untuk siapa" kena banget kata2 ini dari Sujio Tejo, emang si saya belum pernah baca buku2nya beliau. Jadi penasaran dan bakalan masuk list buat dibeli nih buku.

    BalasHapus
  20. Akoohh penikmat musiknya Sujiwo Tejo, syairnya, pilihan nadanya, bisa bikin hangat atau tenang, tergantung kondisi. Review lo bikin gue penasaran sama Rahwana versi Sujiwo Tejo, sepertinya lebih manusiawi ya hahahhaha

    Cari ah bukunya 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah iya musiknya enak, aku suka nyetel buat tidur.

      Hapus
  21. Jadi penasaran juga jadinya. Kebayang gimana sulitnya memahami alur cerita dalam buku ini yang lintas zaman dan lintas generasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dinikmati aja kak. Kalau dipikirin puyeng. Hehehe.

      Hapus
  22. Hemmm... sayapun sering mendapati banyak kebenaran yang tidak benar-benar, benar. Demikian juga, tidak semua kesalahan, yang salah, sesalah-salahnya. Bagaimana kita bersikap atau dari sisi mana kita mengambil kesimpulan menjadi sangat menentukan. Samir? Demikianlah realita kehidupan ya kak Mer. Pada saatnya kelak saya membaca Rahvasana... mungkin saya akan menemukan juga pemaknaan lain tentang benar salah. Demikiankah kak mer?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar kak tuty ada banyak pemaknaan di sini. Dibaca dua kali atau tiga kali pun mungkin akan menemukan makna yang berbeda lagi.

      Hapus
  23. Baru tahu kalo sujiwo tedjo punya karya buku hehe. Dari review bukunya cerita yang ditulis cukup berat ya hehe.

    BalasHapus
  24. Membaca review buku "Rahvana, Aku Lala PAdamu - Sujiwo Tedjo" Dari awal aku sudah merasa suka dan jadi ingin ikut hanyut mengikuti alur Gelembung-gelembung Rahwana yang disarikan.

    Juga jadi ingin tahu apa maksud dan siapakah gelembung-gelembung Rahwa.
    Seperti apakah dia?
    Dari isi pemaparan reviewnya nampak alur yang ada didalam buku.

    Menurut saya adalah alur semaunya, suka-suka dan itu adalah hak juga kebebasan khas dari seorang seniman sejati pula.

    Dan 'Dang' dengan isi di halaman 96 yang tidak asing lagi sudah terdengar begitu familiar karena sudah pernah mendengar dan mengetahuinya via TikTok.

    Lagi-lagi sepertinya karena satu hal itu kelihatannya bisa jadi saya bisa teracuni juga oleh buku karya Sujiwo Tejo tersebut.

    Makna atau sebuah sudut pandang dari seorang Sujiwo Tejo juga sangatlah menarik bahwa tidak ada yang benar-benar BENAR dan benar-benar SALAH di dunia ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kalau sudah teracuni bisa-bisa semua buku beliau mau dilahap habis ya kak. Semangat membaca bukunya kak.

      Hapus
  25. Waduh dr reviewnya sepertinya buku ini bukan genre saya, hehe krn paling susah mengartikan maksud seniman, maklum jiwa pemahaman seni saya agak memprihatinkan, tp beberapa quotenya sepertinya makjleb dan sangat eksplisit maksudnya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makjleb banget kak. Kadang dia bisa menggambarkan kisah sederhana jadi punya makna yang makjleb juga.

      Hapus
  26. Awal baca aku penasaran banget review buku ini, pas sampai akhir aku paham maksud ungkapan kaka GILA sampai mual. Keren banget kak meri reviewnya, jadi tahu karya sujiwo tejo sekeren ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kan, aku hampir gila baca buku ini. Hahahaha. Maaf ya kalau sekarang otak ku jadi rada sengklek.

      Hapus
  27. Buku ini memang sangat menarik, meskipun demikian aku belum baca selengkapnya. Trus itu quote-nya memang fenomenal banget sih. Dan aku juga suka pada apa yang dibilang Rahwana tentang tak perlu alasan untuk mencintai. "Segunung apa pun diamku merenung, tak akan sampai aku pada pemahaman mengapa aku mencintaimu, Sinta."
    Btw, thanks ulasannya yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah kakak. Iya sama-sama, makasi juga udah mampir 😍

      Hapus
  28. Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa kamu rencanakan cintamu untuk siapa .... Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap"

    Baca kutipan itu kok bikin langsung penasaran. Pas baca sampe akhir langsung "Hhmmm keknya emang menarik banget nih" tandaiiin aahhhh

    BalasHapus
  29. review buku rahvayana aku lala padamu : beneran lala sepertinya. aku pengen baca ih, sepertinya buku ini juga akan bikin aku gila

    BalasHapus
  30. Mengungkap sisi lain sosok yang selama ini dikenal jahat. Apalagi ditambah versi cerita dari berbagai sumber lainnya, menarik juga nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak menarik banget dari sudut pandang lain gini.

      Hapus
  31. Setuju saya kalau dibilang GILA, padahal cuma baca reviewnya saja. Penasaran jika sosok Rahvayana yang selama ini lebih banyak diceritakan dalam versi antagonis diwujudkan oleh Sujiwo Tejo menjadi sosok membumi dalam versi antimainstream. Sah-sah saja dan pasti menarik jadinya, karena memang tidak ada yang bener-benar benar dan benar-benar salah di dunia ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak, menarik banget kan bisa baca kisah rahwana dari sudut pandang lain. Gila memang gila.

      Hapus
  32. Menurut aku, tulisannya sujewo tejo berat buat di baca,

    Aku baca Tuhan Maha Asik aja susah banget mencernannya ������

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah aku mau baca Tuhan Maha Asyik ah, makasi ya rekomendasinya.

      Hapus