Review Buku Man's Search for Meaning - Victor Frankl

Review Buku Man's Search for Meaning - Victor Frankl

Judul Buku: Man's Search for Meaning
Pengarang: Victor Frankl
Tebal: 256 halaman
Penerbit: Noura Books Publishing
Tahun Terbit: 2021

"Kita pada akhirnya mengenal manusia sebagaimana adanya. Bagaimanapun juga, manusialah makhluk yang menciptakan kamar gas di kamp Auschwitz; namun manusia pulalah makhluk yang masuk ke dalam kamar gas itu."

Buku ini sudah saya beli dari awal tahun 2021, terbitan Januari 2021. Buku Man's Search for Meaning ini sudah diterbitkan berkali-kali dalam waktu yang cukup singkat (bahkan yang saya baca di sampul bukunya, buku ini telah lebih dari 100 kali diterbitkan ulang).

Awalnya Victor Frankl menulis buku ini pada tahun 1945 hanya selama 9 hari saja dan akhirnya buku ini mengalami beberapa tambahan dan pembaharuan termasuk mengenai 'logoterapi". Oh iya, kalau kalian belum tau siapa itu Victor Frankl, beliau adalah seorang neurolog dan psikiater terkemuka di Eropa. Teorinya dikenal sebagai logoterapi (teori ini juga dibahas luas dalam buku ini). Selama Perang Dunia II, dia tinggal di kamp selama 3 tahun di Auschwitz, Dachau, dan kamp konsentrasi lain. Nah buku ini juga menceritakan sepenggal demi sepenggal kisah suram kehidupan di kamp konsentrasi Nazi itu.

Jujur saya jarang sekali mau membaca buku-buku motivasi positif semacam buku ini, tapi karena seorang (atau beberapa, saya agak lupa jumlahnya) yang memiliki kesamaan tipe bacaan membaca buku ini, maka saya jadi sedikit penasaran, membelinya di awal tahun dan baru selesai membacanya di pertengahan tahun (sungguh terlalu). Buku ini merupakan buku non-fiksi, tapi mungkin karna isinya adalah penggalan cerita demi cerita, jadi saya bisa membuat jeda dalam membaca buku ini (itu alasannya kenapa lama sekali saya membaca buku ini).

Pada pengantar tahun 1992, Victor Frankl menuliskan sebuah kalimat yang cukup unik yaitu, 

"Jangan jadikan kesuksesan sebagai tujuan—semakin Anda jadikan kesuksesan sebagai tujuan dan target utama, semakin Anda akan menjauh darinya."

Kenapa begitu? Nah ini alasan beliau, "Sebab sukses, sebagaimana kebahagiaan, tidak dapat dikejar; ia niscaya akan terjadi, dan hanya terjadi sebagai efek samping dari pengabdian pada tujuan yang lebih besar ketimbang (kepentingan) diri sendiri atau sebagai hasil samping dari pelayanan seseorang pada yang selain dirinya sendiri. Kebahagiaan pastilah terjadi, dan hal ini juga berlaku pada kesuksesan: Anda harus membiarkannya terjadi dengan tidak usah memedulikannya. Saya ingin Anda mendengarkan apa yang diperintahkan hati nurani untuk Anda lakukan dan melaksanakannya sebaik yang Anda bisa. Maka Anda akan melihat bahwa dalam jangka panjang—saya katakan, dalam jangka panjang!—kesuksesan akan mengikuti tepat di belakang Anda karena Anda telah lupa untuk memikirkannya.”

Buku ini banyak mengajarkan saya akan tanggung jawab, yah tanggung jawab untuk menjalani hidup. Victor Frankl sendiri dalam buku ini bercerita bahwa beliau nyaris mati selama dalam kamp konsentrasi Nazi, kehilangan istri yang sangat dicintai yang sedang mengandung buah hatinya, kehilangan orang tua dan saudara laki-lakinya, padahal sebelumnya beliau memiliki kesempatan untuk pindah (beliau mendapat visa imigrasi untuk pindah keluar Austria), tapi beliau memilih untuk menghadapi penderitaan demi tetap bersama orang tuanya yang sudah di usia senja.

Dalam penderitaannya di kamp konsentrasi Nazi, beliau mendapatkan makna hidup. Dalam teori logoterapinya ada tiga cara untuk menemukan makna hidup. Jalan pertama melalui karya atau tindakan, jalan kedua melalui pengalaman atau dengan mengenal seseorang, dan jalan ketiga untuk menemukan makna hidup adalah melalui penderitaan.

"Perhatian utama manusia bukan untuk mencari kesenangan atau menghindari kesedihan, tetapi menemukan makna dalam hidupnya."

Memang melalui penderitaan, seperti halnya penderitaan yang tiada tara yang dialami semua penghuni kamp konsentrasi Nazi dapat membawa beberapa orang untuk menemukan makna hidupnya, tapi eh tapi Victor Frankl juga menjelaskan bahwa, "Tetapi—dan ini perlu saya tegaskan—bukan berarti bahwa penderitaan selalu diperlukan dalam upaya manusia mencari makna. Saya hanya mengatakan, bahwa makna hidup bisa ditemukan, meskipun kita menderita—asalkan penderitaan itu jelas tidak dapat dihindari. Jika penderitaan itu bisa dihindari, maka hal yang harus kita lakukan adalah menghilangkan penyebab penderitaan tersebut, baik yang bersifat psikologis, biologis, atau politis. Menderita secara tidak perlu bukan bentuk kepahlawanan, melainkan menyakiti diri."

Dari tadi saya terus menulis tentang "makna hidup", mengapa sepertinya menemukan makna hidup itu penting? Seperti kata-kata Nietzsche, “He who has a why to live for can bear with almost any how” (Dia yang memiliki mengapa untuk hidup bisa menanggung hampir semua bagaimana).

Tanpa menemukan makna hidup, kita akan terjebak dalam kehampaan eksistensial, seperti diterangkan oleh Victor Frankl, "Kehampaan eksistensial tersebut terutama tercermin dalam bentuk rasa bosan. Sekarang kita bisa memahami saat Schopenhauer mengatakan bahwa manusia ditakdirkan untuk selalu terombang-ambing di antara dua kutub ekstrem ketegangan dan kebosanan. Kenyataannya, sekarang ini masalah yang diakibatkan oleh kebosanan dan dibawa ke hadapan para psikiater lebih banyak dibandingkan masalah yang diakibatkan oleh stres. Semua masalah ini akan terus bertambah dengan pesat mengingat cepatnya otomatisasi yang menyebabkan semakin meningkatnya waktu luang yang dimiliki para pekerja. Malangnya, orang-orang ini mungkin tidak tahu apa yang harus mereka perbuat dengan waktu luang yang baru tersebut."

Ada banyak lagi hal-hal yang baru saya sadari setelah membaca buku ini, buku setebal 200an halaman ini memiliki kepadatan cerita dan teori dan kemungkinan mampu mengubah sudut pandang pemikiran pembacanya. Jika kamu saat ini sedang gelisah, merasa hampa dan bosan, atau sedang berusaha keras menemukan makna hidup, mungkin kamu cocok membaca buku ini.

36 komentar:

  1. Thanks review-nya, buku tipe kayak gini jujur gue suka :)..
    Btw, apakah di akhir buku ini Victor Frankl secara terbuka memaafkan nazi atau eks nazi yg setelah beberapa puluh tahun kemudian sempet diadili di beberapa negara?..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak Feb, ujungnya dimaafin, bahkan dia juga nulis ada orang yang nyindir dia kira-kira gini "Saya kecewa dengan buku kamu karna kamu masih menulisnya dengan bahasa Jerman". Terus dijawab sama si Victor Frankl, "Kamu punya pisau di dapur kan? Kamu masih menyimpan pisau di dapur padahal alat itu sudah banyak dipakai untuk membunuh orang".

      Hapus
    2. Febi:
      Thanks buat infonya..
      Berarti Victor Frankl ini hampir mirip kayak Eva Mozes Kor yah, yang memaafkan Groening si eks nazi..
      Ada yg pro dan kontra :)

      Hapus
  2. Menarik di kalimat awal, "Kita pada akhirnya mengenal manusia sebagaimana adanya...." Rasanya menyenangkan jika melihat tersebut. Tapi nyatanya kita hidup dengan segala pelabelan yang melekat pada kita. Mulai dari suku, ras, agama, hingga sifat. Pelabelan itu kadang akan dibawa sampai meninggal.

    Review yang bagus kak meri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bang vai, memang manusia itu aneh-aneh aja, makasi ya udah mampir :)

      Hapus
  3. Bagian yang menarik menurut saya adalah "Menderita secara tidak perlu bukan bentuk kepahlawanan, melainkan menyakiti diri." Kadang emang kebanyakan dari kita suka menderita untuk hal-hal yang sebetulnya gak perlu-perlu amet si yah. Sepertinya ini bakalan jadi list buku yang bakalan saya incer nih buat dibeli.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya jadinya masokis ya. Banyak orang menyiksa dirinya sendiri untuk hal-hal ga penting.

      Hapus
  4. Nice! kalimat awal yang buat gua terus baca artikel ini. Menarik kutipannya "Kita pada akhirnya mengenal manusia sebagaimana adanya..."
    Thanks for sharing ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Daus, makasi juga udah mampir ya :)

      Hapus
  5. Buku yang sangat menarik, Mba Merry, sepertinya ini buku adalah salah satu buku yang wajib di baca selagi masih hidup, pesan pesannya sangat dalam sekali, apalagi di tulis pada saat Holocaust

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banyak banget yang baca buku ini, makanya aku ikutan baca juga, padahal jarang banget baca buku motivasi kaya gini. Hehehe.

      Hapus
  6. Menarik untuk menemukan makna hidup dengan berbagai cara, khususnya tiga cara yang disebutkan di atas. Akan tetapi, nggak semua manusia bisa dengan mudah menemukan makna hidupnya. Mungkin membutuhkan proses, pengorbanan, dan waktu. Terima kasih ulasannya, mengingatkan untuk menengok kembali makna hidup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama kak maria, iya mungkin untuk sebagian orang 3 cara itu gak mempan ya. Selamat menengok kembali makna hidupmu kak :)

      Hapus
  7. Kak Meri thank you ulasannya, aku suka buku tentang motivasi. Baru baca ulasannya berasa lagi recharge energi positive. "Jangan jadikan kesuksesan sebagai tujuan—semakin Anda jadikan kesuksesan sebagai tujuan dan target utama, semakin Anda akan menjauh darinya." Kalimat ini yang ngena banget di aku sih.

    BalasHapus
  8. "kesuksesan akan mengikuti tepat di belakang Anda karena Anda telah lupa untuk memikirkannya.”

    Aaak aku suka, entah kenapa jadi termotivasi sendiri baca kalimat tersebut. Semacam memberi sebuah inspirasi kepada diriku yg sedang mengalami kebosanan. Thanks for sharing kak mereka!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Mereka maksudnya, typo! Hahaha

      Hapus
    2. Kak Mer. Ini hpku suka auto detect kata banget wkwkwk

      Hapus
  9. Walau bukunya ditulis hanya 9 hari, tapi itu kan seperti nulis cerita sendiri yang sudah ada di kepala tinggal dituangkan. Cerita soal perang dunia 2 hampir selalu mencengangkan buat di zaman kita

    BalasHapus
  10. Ini buku dalem banget ya, tapi kayanya berat banget ini buku haha
    Sebenernya aku tuh suka sama cerita-cerita tentang nazi gitu tapi ah tapi aku lagi reading slump.

    Ah selalu suka sama ulasan Kak Mer, singkat dan padat. Ditunggu ulasan buku selanjutnya kak

    BalasHapus
  11. Kayaknya banyak quote menarik dan deep dari buku Man's search for meaning ini ya...ya sesuai judulnya meski kesannya cukup berat bacaan ini....thanks ka Mer reviewnya...

    BalasHapus
  12. Wah kayanya saya mendapatkan makna hidup melalu jalan kedua, yaitu pengalaman dan mengenal seseorang. Semoga tidak mengalami hal ketiga deb

    BalasHapus
  13. Berat euy bacaannya. Tapi setuju banget jangan mencari kesenangan untuk menghidari kesedihan yang di cari apa makna hidup ini walaupun proses nyata nya rada sulit

    BalasHapus
  14. Sepertinya cocok dibaca oleh saya yang sedang kehilangan makna hidup. Hhhmmm

    BalasHapus
  15. Dear kak merry. Benar kak, buku ini banyak mengajarkan kita mengenai tanggung jawab kehidupan. Bagaimana kita mesti melanjutkan hidup apapun yang terjadi di hari kemarin. Esensi dari buku Man's Search for Meaning sering menjadi reference saya untuk berbagai hal. Great post kak Merry

    BalasHapus
  16. Buku-buku penerbit Mizan, terutama Noura Books memang tidak diragukan sih kualitasnya. Bukunya menarik sekali. Bisa jadi referensi bacaan saya nih kak. Thanks ya.

    BalasHapus
  17. "Dia yang memiliki alasan untuk hidup dapat menanggung hampir semua cara", ya menemukan makna hidup itu penting. Biar ga galau, gelisah terus merasa gundah menjalani hidupnya.
    Buku yang menarik dan bisa diambil banyak hikmahnya

    BalasHapus
  18. Dalam buku ini kita kayak diingetin ya kalo yang namanya sukses itu pasti bakal menghampiri di waktu yang tepat setelah kita berusaha dengan maksimal. Dan bener sih yg dibilang kalo yg namanya usaha jgn mikir suksesnya dulu. Pikirin aja bt ngasih yg terbaik

    BalasHapus
  19. Yang aku bisa ambil dari inti bukunya bahwa menemukan makna hidup bukan hanya dari sebuah kesuksesan ya kak

    BalasHapus
  20. gue tertohok dengan pernyataan : tanpa menemukan makna hidup kita akan terjebak dalam kehampaan eksistensial. ini benar adanya (pendapat gue pribadi), sering mengeluh stress , mencari kesana dan kesini, sebetulnya memang belum yakin atau memang malah belum ketemu tujuan hidup ini untuk apa.

    gue belum mengeksplore buku buku berat seperti ini, makasih ulasanya ka

    BalasHapus
  21. klo aku pernah nonton beberapa film-film yang setting ceritanya tentang kamp nazi, pembunuhan genosida pake mesin uap gitu, sampe cerita anne frank juga ya, bergidik ngeri dan sedih juga.

    setuju banget sih kak, kita bisa hidup dan mempertahankan hidup selama kita punya motivasi dan pegangan makna hidup sendiri, mungkin salah satu contoh real dari konsep “He who has a why to live for can bear with almost any how” adalah keluarga atau orang tersayang yaa, selama punya mereka kita akan terus berusaha untuk survive

    BalasHapus
  22. Memikirkan atau membicarakan tentang makna hidup memang hal yang tidak bisa dielakkan begitu saja menurutku.Dan penulis dari buku tentang makna hidup tersebut nampaknya sudah benar-benar mempelajari dan memahami asam garam dari makna hidup itu sendiri. Sehingga menjadikan bukunya menjadi buku yang layak dibaca dan dimiliki. Tidak heran pula buku ini bisa mengalami cetak ulang sampai ratusan kali, penulisnya pun sungguh hebat dan sudah ahli dan mengerti kehidupan yang sesungguhnya, terbukti dengan cepatnya ia menulis karyanya, hanya dalam hitungan hari saja. Luar biasa, membuat penasaran! Juga tentang penderitaan dan melewatan penderitaan yang mungkin bisa dan harus dilewatkan...

    BalasHapus
  23. Berkesan dengan kutipan "Jangan jadikan kesuksesan sebagai tujuan--semakin Anda jadikan kesuksesan sebagai tujuan dan target utama, semakin Anda akan menjauh darinya." Clara memahaminya kalau hidup jangan "ngoyo" karena saat kita menginginkannya tetapi alam tak menjadikan itu milik kita. Rasa kecewa akan datang dan membuat kita menjauhinya. Bener ga? 😆

    BalasHapus
  24. “He who has a why to live for can bear with almost any how” (Dia yang memiliki mengapa untuk hidup bisa menanggung hampir semua bagaimana).

    Aku paling suka kutipan di atas kak. Alasan untuk hidup itu memang penting banget. Walau badai menghadang... Akan terus berusaha menanggung dan menghadapi karena ada why tadi. Sekarang aku sudah menemukan"why" ku. Semoga ke depan semakin tahan banting.

    BalasHapus
  25. Jika tujuan hidup adalah bahagia. Menikmati step by step prosesnya bisa dikatakan sukses kali ya.


    Bisa masuk wishlist bacaan baru nih.

    BalasHapus
  26. Kaaaak riview kamu itu sangaaaddd membantu buat orang² yg sering ngantuk kalau baca buku serius wkwk tapi dari baca tulisan ini jadi dpaet beberapa point yg rasanyaaa "hooo iyaaa". Gituu

    BalasHapus
  27. Jangan jadikan kesuksesan sebagai tujuan—semakin Anda jadikan kesuksesan sebagai tujuan dan target utama, semakin Anda akan menjauh darinya. Keren banget sih quote kayak menampar aku banget. Dulu buku ini sering banget jadi hadiah kupat tahu. Yaampun ternyata keren bukunya

    BalasHapus